Hi, boleh kita berkenalan? |
"Hai ceplukan, adakah buahmu yang masak sore ini?", ocehan absurd bocah kecil itu membuat dahi manusia di sekitar berubah dan acuh pergi dengan tatapan yang sama saat kau melihat orang gila.
Ya, teman sebaya dia pergi sembari saling bersahutan berkata "dasar gila, apa memang seperti itu ya anak haram?" dan ucapan dari sudut pandang masing-masing anak manusia terlontar berlalu pergi.
Sangat berbeda dengan bocah kecil yang tetap di pematang sawah, mata dia dengan teliti melihat pohon ceplukan sambil duduk berjongkok membawa takir daun pisang. Sesekali tangan kecil dia mengambil buah ceplukan yang menjadi favorit cemilan bocah desa saat musim hujan akan datang. Satu per satu dari tiap pohon ceplukan yang dia sapa memberikan beberapa buah yang sudah matang hingga tak terasa takir kecil itu penuh dengan buah ceplukan.
Berlari dia ke satu pohon di tengah area persawahan yang cukup teduh, naik ke pohon dan bersandar dengan santai layaknya dia pemilik pohon itu. Sesekali mata kecil dia menatap tajam ke arah sekumpulan kambing ternak yang berada tak jauh dari pohon nangka yang dia jadikan posko tiap sore.
"Saridin, buruan pulang! Dicari ibumu!", teriak salah seorang petani yang lewat.
0 Komentar