20 Jumadil Akhir 1440 - "Entahlah", hanya itu kata dalam hati yang muncul dan bersuara pelan. Semua terjadi begitu saja tiga tahun terakhir ini dengan semua cerita suka dan duka. Setahuku semua itu hanya cara Tuhan bermain dan bercengkrama denganku. Ya, karena dalam keyakinanku Tuhan Sang Pencipta mewujudkan diri dalam bentuk sifat kasih sayang di dunia ini. Namun aku tak mengira jika Tuhanku semenarik ini dalam kemesraan, membolak-balikkan hati dan segala sesuatu yang terjadi seperti hanya sebuah permainan. Kadang aku terjebak dalam pikiran hati bahwa semua yang terjadi adalah bentuk hukuman-Nya untuk diriku. Namun, entah mengapa ketika semakin kugali rasa dalam jiwa dan membuka lembaran-lembaran memory tentang semua yang terjadi, semua yang terlihat adalah bentuk kasih sayang-Nya.

Ketika diri berusaha mendengarkan kata-kata dari empat saudara bayu, tirta, agni dan siti. Seolah-olah mereka semua berkata, "tenanglah saudaraku, ikuti saja aliran kehidupan yang dibuat-Nya". Mungkin semua terdengar konyol dan diriku seperti orang gila yang merasa bisa berbicara dengan empat saudaraku itu. Tapi meski dianggap gila bagi sebagian manusia, diriku menikmati pembicaraan tanpa kata tatkala hujan, tatkala tidur, tatkala hening, dan disemua situasi yang terjadi.
Setiap detik dalam menit melaju menjadi satuan jam hingga terlewati hari rentang masa, kemesraan-Nya selalu terlihat bersama situasi kejadian demi kejadian. Jika "jadi maka jadilah" adalah sebuah proses, semua itu mengarahkan diriku untuk terus melihat segala sesuatu adalah sebuah pembelajaran.

Lama tak menulis membuat hati ini gusar sebenarnya, hanya saja kadang "yang aku tulis tak masuk akal dan susah dimengerti" kata saudara-saudaraku yang terlihat. Banyak yang menghakimi demikian, apakah mereka belum bisa atau bahkan tidak bisa melihat proses yang terjadi padaku? Namun aku bergeming, kerinduanku ini selalu saja muncul dan hasrat menulis harus dilampiaskan. Aku sendiri kadang tak tahu kenapa aku menulis ini dan itu, jemari ini hanya menuruti egoku untuk menulis dan melegakan hasrat hati yang merasakan.

Sering aku menanyakan pada Tuhanku, kenapa manusia sangat mudah menghakimi manusia lain? Bukankah hanya Tuhan Hakim yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Dari rasa dan pemikiran yang muncul itu diriku semakin tak berani menghakimi dan menilai manusia yang lain, yang terjadi pikiranku semakin menggali ke dalam diri berusaha melihat kesalahan-kesalahanku sendiri. Setiap malam menjadikan diri susah terlelap dalam pikiran hati, meski raga dan mata tertidur.
Entahlah...entahlah!! Aku sendiri tak tahu pagi ini begitu banyak rasa bercampur. Sepemahamanku Tuhan memberikan secangkir kopi pagi untuk dinikmati.

"Menikmati pagi bersama secangkir sahabat"