Tak tahu ranah logika memulai rasa darimana, rasa haus jiwa akan ilmu memaksa raga tiada bosan membaca. Ya, membaca apapun di dunia fana. Belajar, learnt, atau apalah kita menyebutnya. Pribadi kita senantiasa merasa kurang akan sesuatu karena mungkin benar dalam diri kita terdapat unsur kehidupan dengan dominasi yang berbeda. Hei, apakah kalian bosan atau bingung dengan apa yang aku sampaikan?
Sebagai manusia raga ini dilahirkan dalam darah jawa, jiwa ini terpanggil masuk mengenalNya dan menjadi jiwa seorang muslim, logika kasat mata selalu tertarik akan keindahan alam dan tak bosan bercumbu dengan ilmu alam yang selalu menggelitik mesra. Bagaimana dengan kalian?
Kesejukan jiwa terpancar tatkala menghirup keindahan kasihNya |
Secara sederhana, ketiga proyeksi dalam diri (raga, jiwa, logika) selalu berargument satu sama lain dan tak pernah jenuh berdiskusi akan pencarian kebenaran yang hakiki. Ketika logika dan jiwa telah memulai berlari dalam pembelajaran, raga ternyata merindukan akan ajaran leluhur penuh rasa kebijaksanaan.
Ya, banyak dari kita (darah jawa) menolak mempelajari ajaran leluhur karena menganggap itu semua syirik, khurofat, takhayul dan entah apalagi kita menyebutnya. Apakah kita lupa bahwa para leluhur bisa membangun candi borobudur dan bangunan megah lainnya dengan presisi, dengan perhitungan yang rumit, merepresentasikan secara visual saja kita bisa tersenyum dan bangga akan kehebatan leluhur. Bukan hanya mesir yang punya peradaban tinggi masa lalu.
Dari segi kepercayaan, sebelum islam masuk, di jawa sudah ada banyak kepercayaan yang berarti keterikatan jiwa para leluhur kepadaNya sangat kuat. Jika kita memandang ajaran leluhur sebelah mata, apakah kita sudah mampu untuk membuat bangunan semegah dan seindah candi-candi itu? ataukah kita memiliki keyakinan dan tingkah laku yang sudah bisa dilakoni oleh para leluhur? sesabar dan sehebat apakah kita? Sebagai seorang muslim saya lebih percaya bahwa keterikatan jiwa akan Sang Pencipta amatlah kuat. hanya saja terkadang raga dan logika mengalahkan sisi sensitif dari jiwa.
Lucu memang jika kebanyakan dari kita takut dengan hal tak kasat mata dalam ranah logika tertolak. Mungkin kita berfikir bahwa ilmu kebatinan itu salah, lalu bagaimana dengan ilmu tasawuf? padahal intinya sama. Ketika mempelajari sesuatu, apakah kita mengambil sudut pandang netral ataukah sudut pandang fanatis? ayo kita bercermin saling koreksi diri. Sebelum kita membahas lebih jauh ajaran leluhur yang simple (sederhana) namun sarat makna dan semua itu ada korelasinya dengan semua yang ada di dunia fana ini.
Bagi orang Jawa, masuknya Agama Islam yang kaya dengan aspek kebatinan (tasawuf) sangat tepat. Orang Jawa tidak kebingungan dengan ajaran nonlogic yang ada di dalam islam, dan berhasil menyederhanakan ajaran tersebut dengan terminologi dan kalimat sederhana sehingga mudah dimengerti. Kita bisa berfikir, orang Jawa dulu mayoritas hidup di pedesaan yang sederhana dan tidak banyak berwacana ilmiah. Keyakinan adalah kunci.
Salah satu ajaran leluhur jawa membahas tentang adanya malaikat pendamping hidup manusia adalah Sedulur Papat Limo Pancer. Pancer adalah tonggak hidup manusia yaitu diri sendiri.
0 Komentar