Photo by rodiahaljufri.wordpress.com
Ribuan bintang malam melintang di angkasa, tatkala hati mengiba kepada-Nya akan keramahan jiwa manusia. Pun hati tak sempat memainkan logika jika terlalu kecewa, hanya pasrah menerima ruh berkelana alam semesta mencari ketenangan batin. Mengapa terlalu berlebih memikirkan abstraksi benda hidup padahal lebih menyenangkan bercanda dengan Pemilik Hidup?

Hidup itu sebuah pilihan, ibarat saklar lampu yang memiliki dua kutub, berhenti atau melanjutkan aliran keinginan dalam dimensi elektromagnetik pikiran. Ah, konsep flowchart kehidupan yang aku rumuskan tak serumit masalah hati. Meminta atau diminta itu hanya ocehan omong kosong makhluk fana yang menghuni dunia nan gemerlap. Multiverse kontradiksi dari alam pasti menyadarkanku akan kelalaian tujuan lahir dalam sebuah sistem.

Entahlah, harus berapa kali kegilaan ini melewati bilik diagonal kepalsuan. Rasa dari penantian berujung pada umpatan kecil penuh amarah. Hati ini mengumpat dan marah pada logika pikiran yang terlena terperosok jurang penuh senyuman manis. Papan nan indah itu menjadi saksi kewarasanku dalam ruang pendek ambisi.

Positif dan negatif pun jika bertemu bisa melahirkan power yang tak tergambarkan. Penyangkalan kekalahan tak perlu didebat dengan keseriusan. Terima dan lewati penuh dengan hikmah menjadi tolok ukur keunikan pemikiran hati yang abstrak. Sang Penguasa Hati telah memberikan candu membosankan yang tak pernah bisa digantikan dengan universe.

Rasa itu nyata
Kenyataan dunia ini fana
Lalu bagaimana engkau berfikir
Kau bermimpi bahwa semua ini ada

Berfikirlah hati
Tanpa batas menembus ruang waktu
Bergandengan dengan frekuensi alam
Menuju multiverse kontradiksi

Bersabarlah jiwa
Nikmati saja bius bersama-Nya
Pelukan tirta memang terasa beku
Namun hangat menusuk raga

Rasa lapar menginginkan semua makanan masuk ke dalam raga, sepiring kurang, dua piring terlalu berlebih. Haus hati akan kasih sering membutakan, jatuh barulah bisa tersenyum mengiba kepada-Nya.